Refleksi Filosofis Qurban

Refleksi Filosofis Qurban: Menjalin Kebersamaan dan Menguatkan Ketakwaan

Oleh : Munawir K

Qurban adalah praktik ibadah yang memiliki akar mendalam dalam ajaran Islam, mengandung pelajaran berharga yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Qurban bukan hanya ritual keagamaan, tetapi praktik yang penuh makna dalam Islam.

Dari qurban, kita belajar tentang pengorbanan, ketaatan, kepedulian sosial, keteguhan, kesabaran, rasa syukur, dan menjaga tradisi agama. Dengan menerapkan nilai-nilai ini dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat memperkuat iman dan ketakwaan kepada Allah serta membantu membangun masyarakat yang lebih harmonis dan peduli.

Qurban menunjukkan keseimbangan antara ibadah pribadi dan tanggung jawab sosial, serta hubungan dengan Allah dan sesama manusia. Melalui qurban, seorang Muslim dapat mencapai ibadah yang sempurna, bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat luas.

Berikut adalah uraian mendalam tentang makna qurban dengan referensi dari Al-Quran, hadits Nabi, serta qaul sahabat dan ulama:

1. Pengorbanan sebagai Manifestasi Ketundukan dan Kepasrahan

Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Hajj ayat 37:

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ مِنْكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ
“Daging-daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.”

Ayat ini menekankan bahwa esensi dari qurban bukanlah pada daging atau darah hewan yang disembelih, melainkan pada ketakwaan dan ketundukan hati kepada Allah SWT.

Rasulullah SAW bersabda:

إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ، فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ، وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذِّبْحَةَ، وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ، فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berbuat baik terhadap segala sesuatu. Jika kalian membunuh, bunuhlah dengan cara yang baik, dan jika kalian menyembelih, sembelihlah dengan cara yang baik.”
(HR. Muslim)

Hadits ini mengajarkan bahwa dalam setiap tindakan, termasuk qurban, harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan niat yang ikhlas untuk mendapatkan ridha Allah.

Ibnu Umar RA berkata:

إِنَّ رَجُلًا سَأَلَ ابْنَ عُمَرَ عَنْ الْأُضْحِيَّةِ، فَقَالَ: أَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْأُضْحِيَّةِ، وَحَسَّنَهَا
“Sesungguhnya seorang laki-laki bertanya kepada Ibnu Umar tentang qurban, maka ia menjawab, ‘Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan untuk menyembelih qurban dan beliau menganjurkannya.'”

Hal ini menunjukkan bahwa qurban adalah bentuk kepatuhan dan ketundukan pada perintah Nabi SAW sebagai manifestasi ketundukan kepada Allah.

2. Kepedulian Sosial dan Solidaritas

Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Kautsar ayat 2:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).”

Kurban bukan hanya sebagai bentuk ibadah pribadi tetapi juga memiliki dimensi sosial dengan membagikan dagingnya kepada yang membutuhkan.

Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ، غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
“Barang siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti pahala orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi sedikit pun pahala orang yang berpuasa itu.”
(HR. Tirmidzi)

Meskipun hadits ini terkait puasa, prinsipnya relevan dengan qurban, yaitu berbagi makanan kepada yang membutuhkan adalah tindakan yang sangat dianjurkan dan diberi ganjaran besar.

Imam Nawawi dalam kitabnya “Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab” menjelaskan:

يُسْتَحَبُّ تَقْسِيمُ لَحْمِ الأُضْحِيَّةِ عَلَى الْفُقَرَاءِ وَالْمَحْتَاجِينَ، لِيُقَوِّيَ الرَّوَابِطَ الاِجْتِمَاعِيَّةَ وَيُظْهِرَ الرَّعْيَ لِلْغَيْرِ
“Pembagian daging qurban disunnahkan untuk fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan. Hal ini untuk memperkuat ikatan sosial dan menunjukkan kepedulian terhadap sesama.”

3. Keteguhan dan Kesabaran dalam Menghadapi Ujian

Allah SWT berfirman dalam Surah Ash-Shaffat ayat 102:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَىٰ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: ‘Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!’ Ia menjawab: ‘Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar’.”

Ayat ini menggambarkan keteguhan dan kesabaran Nabi Ibrahim AS dan putranya, Ismail AS, dalam menghadapi ujian besar dari Allah.

Rasulullah SAW bersabda:

> عَجَبًا لأَمْرِ المُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh menakjubkan perkara orang mukmin itu, semua perkaranya adalah baik. Jika ia mendapat kesenangan ia bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya. Jika ia ditimpa kesusahan ia bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya.”
(HR. Muslim)

Hadits ini mengajarkan bahwa kesabaran dalam menghadapi ujian adalah bagian integral dari kehidupan seorang Muslim.

Ibnu Taimiyyah berkata:

الصَّبْرُ فِي مُوَاجَهَةِ الْمَصَائِبِ هُوَ نِصْفُ الإِيمَانِ، لِأَنَّ الإِيمَانَ مُؤَلَّفٌ مِنْ صَبْرٍ وَشُكْرٍ
“Kesabaran dalam menghadapi cobaan adalah setengah dari iman, karena iman itu terdiri dari dua bagian, yaitu sabar dan syukur.”

4. Kesadaran dan Rasa Syukur atas Karunia Allah SWT.

Allah SWT berfirman dalam Surah Ibrahim ayat 7:

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih’.”

Ayat ini menekankan pentingnya rasa syukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah SWT, karena syukur adalah kunci untuk mendapatkan tambahan nikmat dan keberkahan.

Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ لَا يَشْكُرُ النَّاسَ لَا يَشْكُرُ اللَّهَ
“Barang siapa tidak bersyukur kepada manusia, dia tidak bersyukur kepada Allah.”
(HR. Tirmidzi)

Hadits ini mengajarkan bahwa rasa syukur harus diwujudkan dalam bentuk tindakan nyata, termasuk berbagi rezeki dengan sesama, yang merupakan salah satu manifestasi dari ibadah qurban.

Al-Ghazali dalam kitabnya “Ihya Ulumuddin” menulis:

الشُّكْرُ هُوَ مِنْ آدَابِ الْعَبْدِ إِلَى رَبِّهِ، وَيُظْهِرُ بِأَعْمَالِ صَالِحَةٍ وَبِالتَّوَزُّعِ عَلَى النَّاسِ
“Rasa syukur adalah bagian dari adab seorang hamba kepada Tuhannya, yang ditunjukkan dengan tindakan nyata dalam bentuk amal saleh dan berbagi dengan sesama.”

Dengan demikian, melalui praktik qurban, seorang Muslim dapat menunjukkan rasa syukur atas karunia Allah SWT dengan berbagi daging qurban kepada fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan.

5. Pemeliharaan Tradisi dan Nilai-Nilai Keagamaan

Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 208:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”

Ayat ini mengingatkan kaum Muslimin untuk memelihara ajaran dan tradisi Islam secara menyeluruh, tanpa terpengaruh oleh bisikan-bisikan syaitan yang dapat merusak keimanan.

Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Siapa yang meniru suatu kaum, maka dia termasuk dari mereka.”*
(HR. Abu Dawud)

Hadits ini mengajarkan pentingnya menjaga identitas dan tradisi Islam dari pengaruh luar yang negatif, serta menegaskan perlunya memelihara nilai-nilai keagamaan yang diwariskan oleh Nabi SAW dan para sahabat.

Imam Malik berkata:

السُّنَّةُ سَفِينَةُ نُوحٍ. مَنْ رَكِبَهَا نَجَا، وَمَنْ تَخَلَّفَ عَنْهَا غَرِقَ
“Sunnah adalah bahtera Nabi Nuh. Barang siapa yang menaikinya, maka dia akan selamat. Barang siapa yang tidak menaikinya, maka dia akan tenggelam.”

Pernyataan ini menegaskan bahwa memelihara tradisi dan nilai-nilai Islam adalah kunci untuk selamat di dunia dan akhirat. Dengan mengikuti sunnah Nabi SAW, seorang Muslim akan mendapatkan petunjuk dan keselamatan.

Kesimpulan

Qurban bukan hanya sekadar ritual ibadah, melainkan sebuah praktik yang kaya akan makna filosofis dengan landasan kuat dari Al-Quran, hadits Nabi, serta qaul sahabat dan ulama.

Melalui qurban, kita belajar tentang pengorbanan, ketundukan, kepedulian sosial, keteguhan hati, kesabaran, rasa syukur, dan pemeliharaan tradisi keagamaan.

Dengan menginternalisasi dan menerapkan nilai-nilai ini dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat memperkuat keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT serta berkontribusi dalam membangun masyarakat yang lebih harmonis dan penuh kasih sayang.

Dengan mempraktikkan nilai-nilai yang diajarkan melalui qurban, seorang Muslim dapat mencapai kesempurnaan ibadah yang tidak hanya bermanfaat bagi diri sendiri tetapi juga bagi masyarakat luas.

Ini adalah wujud nyata dari ajaran Islam yang menekankan keseimbangan antara ibadah individual dan sosial, serta antara hubungan dengan Allah SWT dan hubungan dengan sesama manusia. (*)